>tahapan perencanaaan pengelolaan sumberdaya perikanan

>1) Identifikasi isu dan masalah

Tahapan awal dari rencana pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu identifikasi isu dan masalah, kerusakan ekosistem akibat alat yang tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom, penggunaan bom berdampak pada penurunan stok yang ditandai pada menurunnya hasil tangkapan nelayan, diversitas ikan, dan lain-lain. Salah satu identifikasi isu dan masalah yaitu degradasi ekosistem karang yang dapat disebabkan oleh gangguan antropogenik misalnya kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.
Selain itu isu dan masalah dapat diidentifikasi dengan melihat hasil tangkapan pada beberapa jenis populasi ikan tertentu yang mulai mengalami penurunan. Misalnya berdasarkan data hasil penelitian, jumlah hasil tangkapan ikan tuna di selat Makassar setiap tahunnya mengalami penurunan akibat overfishing.

2) Perumusan tujuan dan sasaran

Langkah kedua dalam perencanaan pengeloaan sumberdaya perikanan yaitu Perumusan tujuan berdasarkan masalah yang diidentifikasi baik dari beberepa aspek misalnya segi ekologi, biologi, social ekonomi, peraturan dan kelembagaan yang berdampak pada stok dengan tujuan akhir diharapkan bisa menyelesaikan masalah yang ada. Termasuk kontribusi terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan. Dalam perumusan tujuan dan sasaran dilakukan secara bersama antara pemegang otoritas dan stakeholders yang ikut dalam wilayah yang menjadi target untuk pengelolaan termasuk keterkaitan disiplin ilmu ikut dalam perumusan tersebut. Perumusan tujuan harus dalam bentuk target jangka pendek dan jangka panjang.
Perumusan tujuan dan sasaran harus berada pada proporsi menjaga keseimbangan ekosistem/habitat, menjaga kapasitas keberlanjutan, alokasi sumberdaya secara optimal, mengurangi konflik, terlebih dapat menguntungkan secara ekonomi dan lain sebagainya. Dari perumusan tujuan ini juga diharapkan dapat meningkatkan produksi, pendapatan, lapangan kerja, ekonomi, dan keberlanjutan sumberdaya.

3) Pengumpulan data dan informasi

Sumber data dan informasi ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui proses pengambilan data secara langsung dilapangan melalui riset, penelitian, wawancara, dan lain-lain. Sedangkan data sekunder dapat diperoleh melalui data yang sudah ada pada lembaga-lembaga terkait misalnya dinas kelautan dan perikanan, perguruan tinggi, perusahaan/industri, dan lembaga swadaya masyarakat.

salah satu contoh data yang diperlukan misalnya kondisi tutupan karang di pulau barrang lompo.

4) Analisis data dan informasikan

Analisis data dan informasi menjadi acuan dalam merumuskan rencana pengelolaan sumberdaya perikanan misalnya untuk mengetahui potensi lestari suatu kawasan perairan dapat dihitung dengan model Maximum Sustainable Yield (MSY). Dengan model MSY dapat diasumsikan hasil tangkapan maksimum pada periode tertentu tidak menurunkan hasil tangkapan periode berikutnya, karena cadangan sisa dapat memulihkan stok. Selain itu MSY cocok pada spesis tunggal, tapi ada juga menerapkan pada multispesis atau total biomassa suatu wilayah pengelolaan.
Namun dapat juga dilakukan Optimum sustainable Yield. Konsep OSY pada dasrnya berdasar pada konsep MSY dengan tujuan lebih luas tidak terbatas pada keberlanjutan sumberdaya tetapi termasuk keuntungan dan kerugian sosial, ekonomi, ekologi, biologi, teknologi, hukum, baik pada perikanan komersil maupun rekreasi.

5) Konsultasi, negosiasi dan musyawarah

Konsultasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan mekanisme yang bersifat lintas disiplin dalam mengkaji kebutuhan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan. Dengan mekanisme ini akan menghasilkan suatu kajian yang bersifat interdisiplin. Hal ini dapat dilihat pada beberapa hasil kajian yang menguraikan beberapa aspek fisik lingkungan hingga aspek sosial, ekonomi, kelembagaan dan sarana wilayah. Tidak lepas dari itu, musyawarah dilakukan dengan melibatkan antara otoritas pengelola dan stakeholders secara regular.
Konsultasi, negosiasi dan musyawarah dimulai dari identifikasi masalah, perumusan tujuan, peraturan, program, perbaikan, dan laporan kondisi dan keragaan pengelolaan sumberdaya kepada pemberi otoritas.

6) Penetapan alokasi sumberdaya

Lewat hasil kajian dan data yang diperoleh, dilakukan alokasi berdasarkan perimbangan nelayan, potensi sumberdaya, mencegah konflik pengguna sumberdaya dan alokasi pemanfaatan sumberdaya berdasarkan ruang dan waktu.
Dasar dalam penetapan alokasi sumberdaya misalnya berdasarkan hasil analisis potensi lestari perairan selat Makassar berdasrkan potensi lestari model MSY dimana dapat diasumsikan hasil tangkapan pada periode tertentu dan tidak menurunkan hasil tangkapan periode berikutnya karena sisa cadangan dapat memulihkan stok, dengan penetapan alokasi sumberdaya seperti ini akan lebih optimal dalam menjaga keberlanjutan produksi sumberdaya perikanan.

7) Perumusan peraturan
Dalam perumusan peraturan pengelolaan sumberdaya perikanan perlu memuat tentang:
‐ Peraturan pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian.

‐ Peraturan bersifat saling mendukung dan tidak menimbulkan tumpang tindih yang dapat berdampak pada timbulnya konflik pemahaman stakeholders.

‐ Sifat dan ruang lingkup tugas, hak, kewajiban pengelola, stakeholders, mitra perikanan.

‐ Syarat-syarat input seperti izin penangkapan (jenis alat, jumlah alat, waktu, daerah, ukuran, subsidi, permodalan. serta syarat-syarat output seperti (ukuran ikan, jumlah tangkapan, retribusi, pajak hasil tangkapan dan lain-lain.

‐ Rumusan peraturan terdiri dari lebih dari satu alternatif.

8) Pelaksanaan kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dengan tetap merujuk pada tujuan dan sasaran yang dimuat sebelumnya.

9) Sosialisasi dan Penegakan peraturan

Dalam melaksanakan kegiatan perlu adanya sosialisasi yang efektif dengan maksud semua pihak yang terlibat didalamnya memahami dan menaati perturan yang sudah ditetapkan. Dan lebih lanjut penegakan pelaksanaan peraturan dalam pengelolaan perikanan. Peraturan secara nasional yang tertuang lewat UU termasuk setiap daerah memiliki peraturan sendiri dalam mengelola wilayah dan sumberdaya perikanan berdasarkan otonomi daerah.

10) Monitoring dan evaluasi

Dalam pelaksanaan yang bersifat sustainable perlu adanya monitoring dan evaluasi untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan target yang ditetapkan. Kemudian dalam monitoring dan evaluasi dilakukan dalam bentuk jangka pendek dan jangka panjang. Hasil dari monitoring ini menjadi bahan untuk dilakukan perbaikan kegiatan

11) Perbaikan kegiatan

Melakukan langkah perbaikan (perubahan) program dan peraturan jika ditemukan penyimpangan dalam pencapaian tujuan sesuai hasil monitoring dan evaluasi.
Misalnya pada target hasil produksi penangkapan ikan layang di perairan selat Makassar mengalami penurunan setiap periode waktu yang sebelumnya diharapkan akan tetap pada titik

Dengan melaksanakan seluruh tahapan pengelolaan di atas maka akan terbentuk menjadi sebuah siklus dalam managemen sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

penulis : arnold kabangnga
editor : irfan alwi

http://blogoholic.info/wellcome.swf

March 4, 2011 at 12:14 am 1 comment

>Pentingnya pengetahuan oseanografis dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

>
Dalam kehidupan masyarakat pesisir sering kali terdapat permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dimana slaah satu objek yang menjadi sorotan penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu kondisi oseanografis suatu daerah yang menjadi pusat pengelolaan sumberdaya perikanan.

perbedaan kondisi oseanografis di setiap pulau ataupun daerah disebabkan perbedaaan kondisi oseanografis, sedikt saja terjadi perbedaan kondisi geografis maka akan mengakibatkan maka akan menyebabkan perbedaan kondisi oseanografis. kita lihat realitas yang ada. perbandingan antara keberadaan ekosistem yang ada di pulau samalona dengan pulau saogi, pada pulau saogi terdapat 3 ekosistem yang memiliki peranan penting dalam keseimbangan ekosistem yakni :
1. padang lamun
2. terumbu karang
3. hutan mangrove
sedangkan di pulau samalona hanya terdapat terumbu karang dan sedikit padang lamun, hal ini jelas memperlihatkan bahwa kondisi oseanografis sangat mempengaruhi keberadaan ekosistemdi sebuak kawasan pesisir.

merujuk dari hal di atas maka dalam pengelolaan sumberdaya perikanan kita harus memperhatikan aspek oseanografis yang memiliki peranan yang sangat besar terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilaksanakan. untuk contoh yang lebih spesifik lagi yaitu pada program pembuatan program biorock pada suatu wilayah perairan laut, dimana untuk mencapai keberhasilan program biorock itu haruslah memenuhi standar kehidupan karang yang ada, mislanya suhu harus18- 28 ‘Chttp://blogoholic.info/wellcome.swf

February 20, 2011 at 2:42 am Leave a comment

>sekilas tentang potensi desa palette

>

ket : wisata tanjung palette

Setiap daerah memiliki potensi masing masing yang jika di kelola dengan baik maka akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,pada postingan kali ini saya akan membahas kondisi ekonomi dan potensi yang ada di desa palette. Desa pelette merupakan salah satu desa yang ada di kabupaten Bone. Desa Palette mempunyai luas wilayah 4.000 km2 dan jumlah penduduknya 1.689 jiwa yang terdiri dari 144 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat Palette bermata pencaharian sebagai nelayan tangkap dan petani rumput laut hal ini dikarenakan sebagian wilayah di desa Palette di dominasi oleh pantai.

Adapun aspek-aspek ekonomi atau potensi daerah yang ada di desa palette antara lain :

1. Rumput Laut

Rumput laut telah dikenal sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu di Indonesia maupun di mancanegara. Pada umumnya rumput laut digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, namun seiring dengan berkembangnya IPTEK dewasa ini rumput laut dapat di kembangkan dan manfaatkan dalam berbagai macam industri misalnya tekstil, kosmetik, dan industri kefarmasian.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas marikultuer yang saat ini sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pesisir kelurahan Pallete. Rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu, rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue, dodol rumput laut dan sebagainya.
Hasil kering dari rumput laut yang ada di Kelurahan Pallete bisa mancapai 11.000/kg dan basah 3.000/kg. Dengan adanya pengembangan budidaya rumput laut ini juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum perempuan di Pallete. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu prioritas utama masyarakat sebagai sumber pendapatan keluarga guna memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

2. Penggunaan Setnet

Alat tangkap berupa Setnet yang ada di Kelurahan Pallete merupakan hasil bantuan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang. Dengan adanya alat tangkap set net tersebut maka masyarakat nelayan di Pallete lebih mudah dan efisien dalam melakukan penangkapan ikan. Setnet dikatakan memiliki nilai ekonomi karena berperan penting membantu masyarakat nelayan Pallete dalam penangkapan ikan. Keuntungan menggunakan setnet antara lain :
o Hemat bahan bakar karena alat dipasang menetap sehingga kapal tidak perlu berlayar jauh untuk mencari daerah penangkapan.

o Jaring set net yang terpasang di laut dapat digunakan sebagai tempat berlindung (shelter) ikan-ikan yang berukuran kecil sehingga tidak dimakan predator.

o Hasil tangkapan ikan relatif segar/masih hidup dan dapat diangkat/diambil sesuai dengan kebutuhan pasar.
o Mudah dipindahkan dibanding dengan jenis trap yang ada di Indonesia.

o Sangat sesuai untuk pengembangan usaha perikanan skala menengah kebawah

Dengan adanya setnet kerja masyarakat sedikit terbantu dan tidak merasa terlalu berat dalam melakukan penangkapan, setelah penangkapan selesai maka masyarakat sekitar membagi hasil dengan pemilik kapal yang digunakan dalam proses penangkapan sesuai hasil kesepakatan.

3. Pariwisata

Objek pariwisata yang ada di suatu daerah atau lokasi dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar. Objek wisata yang ada di Kelurahan Pallete berupa pantai atau yang lebih dikenal dengan Tanjung Pallete. Dengan adanya objek pariwisata tersebut masyarakat sekitar dapat memanfaatkannya sebagai salah satu tempat untuk menghasilkan uang. Masyarakat sekitar Kelurahan Pallete ada yang bekerja sebagai petugas kebersihan pantai dengan pendapatan 500.000 per bulannya. Selain itu masyarakat sekitar dapat menggunakan tempat atau objek wisata tersebut dengan berjualan disekitar objek wisata atau pelayanan masyarakat yang berkunjung di objek wisata tersebut. Meskipun demikian tidak terlalu banyak sumbangsih yang diberikan objek wisata tersebut kepada masyarakat sekitar akan tetapi setidaknya ada sebagian kecil masyarakat yang dapat merasakan pengaruh dari keberadaan objek wisata yang ada di desa Palette, kabupaten Bone.

Permasalahan ekonomi sumber daya perikanan di Palette
Terdapat beberapa permasalahan yang timbul dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di desa palette, kabupaten Bone. Adapun permasalahannya tersebut antara lain adalah adanya sekelompok masyarakat melakukan penangkapan secara ilegal. Kegiatan tersebut banyak dilakukan oleh masyarakat daerah lain atau daerah tetangga di desa palette. Mereka melakukan penangkapan ikan yang tidak berwawasan ramah lingkungan, sehingga bisa menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, hal ini sesuai dengan (http://www.scribd.com. Pengelolaan dan permasalahan SDA, 2010) yang menyatakan bahwa maraknya pencurian ikan secara ilegal (ilegal fishing) oleh kapal asing merupakan fenomena yang kontras dan menyakitkan hati masyarakat kita. Betapa tidak kekayaan laut kita dengan seenaknya dirampas oleh nelayan asing, sementara nelayan kita tidak bisa menikmati hasil laut sendiri.

Ilegal fishing yang dilakukan oleh para nelayan diluar perairan Palette dan cenderung bersifat merusak yakni melakukan penangkapan dengan menggunakn alat penangkapan yang tidak ramah lingkungan tentunya memberikan dampak yang kurang baik terhadap ekosistem dan keberadaan spesies yang bernilai ekonomis penting maka dari itu tentunya sangat diperlukan perundang-undangan yang jelas dalam upaya mengatur dibidang penangkapan hal ini sesuai dengan (Eko, 2010) Banyak faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab terjadinya illegal fishing di perairan indonesia yaitu: (1) Luasnya potensi laut yang belum terolah, (2) Peluang bisnis ikan yang menggiurkan, (3) Kelemahan penegakan hukum, (4) Mentalitas aparat, dan (5) Hambatan dari faktor perundang-undangan.
Selain permasalahan tersebut pada awal tahun 2007 terjadi konflik kepentingan antara pengguna lalu lintas laut dengan petani rumput laut. Karena pengguna lalu lintas sulit untuk lewat di daerah sekitar perairan karena terhalanh oleh pelampung-pelampung dan tali-tali dari pembudidayaan rumput laut. Hal tersebut sesuai dengan (http://dislutkan.ntb.go.id/web/content/view/34/44/, 2010) yang menyatakan bahwa belum tuntasnya pengaturan tata ruang wilayah sehingga seringkali menimbulkan konflik kepentingan terhadap sumberdaya perikanan dan kelautan baik antar sektor (perikanan, pariwisata, pertambangan, perhubungan dan lainnya) maupun antar subsektor/komoditas (tambak, udang, mutiara, rumput laut, konservasi). Melihat hal tersebut, maka pemerintah mengambil jalan tengah dalam pemecahan masalahnya yaitu membentuk blok-blok yang satu blok nya terdiri dari 10 orang petani, dan kemudian dibuat jarak antar blok-blok agar para pengguna kapal nelayan bisa lewat diantara jarak tersebut.

http://blogoholic.info/wellcome.swf

December 26, 2010 at 4:04 pm Leave a comment

>dampak pencemaran di laut

>

Pada postingan blog saya yang lalu telah saya jelaskan mengenai komposisi air laut yang dimana terkandung zat zat kimia tertentu, nah sekarang saya sedikit memberi informasi mengenai dampak dari Masuknya bahan bahan pencemar kedalam perairan laut….?

Adapun dampak dari masuknya bahan pencemar di dalam laut yakni :

Pertama, terganggunya keindahan

Dengan semakin banyaknya zat organic yang di hasilkan oleh industry akan terjadi pembusukan., akibatnya timbul bau yang sangat mengganggu. Selain itu, warna air yang menjadi kotor akan menimbulkan pemandangan yang tidak nyaman.

Kedua, berkurangnya kualitas perairan

Sebagaimana halnya manusia, makan untuk kelangsungan hidupnya, biota lautpun tidak jauh berbeda dengan manusia, mereka pun membutuhkan makanan yang berkualitas. Dengan banyaknya bahan pencemar yang masuk kedalam perairan akan menurunkan kualitas perairan yang pada akhirnya akan mengganggu proses kehidupan biota didalamnya.

Ketiga, kematian ikan secara missal

Akhir akhir ini kita melihat diberitakan terjadi kematian ikan secara missal di beberapa perairan di sekitar kota besar, seperti salah satu contoh kasus yakni teluk Jakarta, tiba tiba saja beribu ribu ikan mengambang mati di permukaan laut, menurut beberapa peneliti, penyebab kematian ikan tersebut, antara lain akibat dari keracunan oleh bahan pencemar seperti : logam berat, senyawa ammonia, pestisida, atau karena tingginya kandungan zat hara dalam perairan terutama fosfat.

Di laut lepas, yang secara fisik tampak bersih sekalipun, dapat terjadi pencemaran oleh minyak akibat terjadinya kecelakaan kapal kapal ytangker yang mengangkut minyak mentah dan menumpahkan muatnaya kelaut.

Sumber : Pratiwi, R., dkk., 2008. Pesona Laut Kita.Jakarta:COREMAP-LIPI.
http://blogoholic.info/wellcome.swf

December 25, 2010 at 9:31 am Leave a comment

>kandungan kimia air laut

>

Sebagaimana halnya sifat air murni maka air lautpun mampu melarutkan zat zat lain dalam jumlah yang lebih banyak kandungan air laut berupa : 96,5 % air murni dan 3,5% zat terlarut. Zat terlarut tersebut meliputi garam garam anorganik, senyawa senyawa organic yang berasal dari organisme hidup, dan gas gas terlarut. Banyak sekali unsure unsure kimia utamayang terdapat dalam air laut. Bagian terbesar dari bahan terlarut terdiri dari garam garam anorganik.
Air laut sebagai tempat hidup berbagai biota tidak selalu aman walaupun secara fisik tampak bersih dan jernih. Air laut kadang kadang membahayakan. Hal ini dikarenakan adanya zat kimia tertentu yang dapat menjadi racun bagi biota tersebut. Zat zat beracun tersebut dikenal sebagai bahan pencemar (polutan).zat tercemar tersebut umumnya berasal dari sungai/hujan yang mengalir kelaut.

Bahan pencemar dapat berupa :
1. Bahan padatan/cairan
2. Bahan organic/anorganik

Bahan padatan misalnya kaleng, botol dan kantong plastic. Semua padatan yang ada berasal dari manusia,, so jika kalian ingin pantai kita tidak tercemar dengan limbah padatan alangkah baiknya kita menempatkan sampah pada tempatnya. Kemudian bahan cair bersumber dari pabrik, tumpahan minyak, dan air buangan rumah tangga,,, jadi semua limbah yang ada di perairan tidak lain dan tidak bukan berasal dari manusia itu sendiri, so jangan pernah menyalahkan alam atas bencana yang mendatangi kita. Sedangkan bahan organic yaitu bahan yang dapat diurai atau hancur, seperti sayur sayuran,, sampah daun daunan, dan jerami padi. Bahan anorganik adalah bahan yang tidak dapat di urai, seperti unsure unsure kimia : Hg dan Cd.
Semua bahan pencemar yang disebutkan di atas berasal dari aktivitas manusia seperti industry, pertanian, rumah tangga, alat transportasi, rumah sakit dan lain lain. Banyaknya bahan pencemar yang masuk kedalam perairan akan menyebabkan terganggunya kehidupan biota didalamnya. Mengapa ..? karena hal ini mengakibatkan kandungan oksigen yang terlarut di dalam perairan menjadi berkurang.

Sumber :
Pratiwi, R., dkk., 2008. Pesona Laut Kita.Jakarta:COREMAP-LIPI.

December 25, 2010 at 9:08 am Leave a comment

>sampah dan kondisi lingkungan pulau barrang lompo.

>

jangan heran kalau sekarang banyak hal terjadi di muka bumi ini yang tidak di inginkan oleh manusia,,,,, namun jika kita berkaca pada diri kita sendiri maka kita akan melihat kebenaran bahwa sebenarnya segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini adalah bersumber dari diri kita sendiri,,, coba lihat gambar kondisi perairan pulau barrang lompo.

dari gambar di atas terlihat betapa buruknya pengelolaan sampah di pulau tersebut,,, jika kita mampu menjaga amanat dari sang ilahi, betapa makmurnya seluruh umat manusia di dunia ini, mengapa tidak..? dari segi ekologi…. pengelolaan lingkungan perairan yang baik akan menimbulkan dampak yang baik pula salah satu contohnya yaitu dengan adanya pembentukan kawasan konservasi…
kawasan konservasi memiliki arti penting dalam peningkatan kualitas lingkungan, dimana dengan adanya kawasan konservasi,,, tempat memijah, tempat mencari makan serta tempat berlindung dari sebagian makhluk hidup akan terjamin, hal itu memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas dan kuantitas dari makhluk hidup yang berada di kawasan konservasi, namun dalam pembentukan suatu kawasan konservasi tidak semudah yang di ucapkan, di perlukan berbagai komponen yang memenuhi syarat.
kembali ke masalah sampah di pulau barrang lompo,,,
umumnya sumber sampah yang ada di perairan psekitar pulau adalah dari masyarakat pulau tersebut,,, apakah sepenuhnya kesalahan bersumber dari masyarakat pulau,,,,, saya bisa katakan “tidak” mengapa saya mengatakan hal tersebut,,,,
pertama, jika ada fasilitas yang di siapkan oleh pemerintah setempat maka segala sesuatunya akan di tempatkan pada tempatnya.
kedua, jika ada sosialisasi dan pelatihan mengenai pengelolaan sampah yang baik maka sampah yang sebenarnya komponen yang tidak diperlukan lagi akan sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar….
jadi keterpaduan sektor sangat berpengaruh dalam menciptakan kondisi lingkungan yang bersih…

“mulailah dengan sesuatu yang dapat dijadikan contoh yang baik bagi orang lain, jangan malu untuk memulai”,,,

http://blogoholic.info/wellcome.swf

December 22, 2010 at 1:50 am Leave a comment

>manajemen kualitas air tambak payau

>

ket : tambak udang di galesong selatan, Sulawesi selatan
Perairan tambak adalah ekosistem perairan payau. Salinitasnya berada di antara salinitas air laut dan salinitas air tawar dan tidak mantap. Dari musim ke musim, dari bulan ke bulan dari hari ke hari, bahkan mungkin dari jam ke jam dapat saja terjadi perubahan. Perubahan ini disebabkan proses biologis yang terjadi di dalam perairan tersebut serta adanya interaksi antara perairan tambak dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya ketika hari hujan, air tawar masuk kedalam petakan tambak menyebabkan kadar garam air tambak menurun. Atau ketika populasi fitoplankton berkembang pesat akibat pemupukan, kandungan oksigen dalam air tambak pada malam hari menyusut drastis. Secara umum parameter-parameter yang mengalami perubahan dapat digolongkan ke dalam parameter kimia, fisika, dan biologi air. Perubahan-perubahan yang terjadi sampai batas tertentu dapat ditoleransi oleh ikan bandeng. Tetapi kalau terlalu jauh dapat merusak kenyamanan hidup, malahan dapat mendatangkan kematian. Karena itu, perlu penanganan cepat. Sudah atau belum perlunya penanganan ini bergantung kepada intensitas perubahan, yang informasinya diperoleh lewat pemantauan dan pengukuran.
  • Parameter Kimia

Parameter kimia air tambak mencakup konsentrasi zat-zat terlarut seperti oksigen (O2), ion hidrogen (pH), karbon dioksida (CO2), ammonia (NH3), asam sulfida (H2S), nitrogen dalam bentuk nitrit (NO2-N), dan lain- lain. Beberapa diantara yang penting dijelaslkan seperti di bawah ini.

  • Parameter Fisika

a. Salinitas

Salinitas atau kadar garam adalah konsentrasi dari totalion yang terdapat di perairan dan menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, bromida dan iodide dikonversi menjadi klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas ini dinyatakan dalam satuan gram/kg air atau permil ( 0/00). Nilai salinitas sangat menentukan jenis perairan tersebut, di alam dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Perairan tawar, salinitas £ 0,50/00
2. Perairan payau, salinitas >0,50/00 – 300/00
3. Perairan laut, salinitas >300/00
Pada perairan payau dapat dikelompokkan lagi berdasarkan
kisaran salinitas yang ada yaitu:
1. Oligohalin, salinitas 0,50/00 – 3,00/00
2. Mesohalin, salinitas>3,00/00 – 160/00
3. Polyhalin, salinitas >16,00/00 – 300/00

  • C. Parameter Biologi
Pemantauan parameter biologi air di dalam tambak ditujukan untuk mengetahui kepadatan pakan alami, pesaing dan predator ikan bandeng yang ada di dalam perairan tambak. Pada budidaya bandeng secara ekstensif pakan utama bandeng adalah klekap dan plankton. Selain itu ada pula lumut yang dimanfaatkan oleh bandeng ukuran di atas sejari Klekap adalah kumpulan jasad renik yang tumbuh di permukaan dasar tambak, diantaranya terdiri atas alga biru benthos, diatom, bakteri dan jasad renik hewani. Keberadaan klekap di tambak dapat dilihat dangan adanya lapisan menyerupai beludru di pelataran tambak. Klekap tumbuh baik pada tambak yang dangkal. Komposisi utama lumut yang tumbuh di tambak adalah ganggang hijau berfilamen, umumnya terdiri dari lumut sutera (Chaetomorpha) dan lumut perut ayam .
untuk bahanya dalam bentuk document dapat di download di sini.
sumber : bahan kuliah manajemen aquakultur payau. jurusan perikanan, UNHAS
http://blogoholic.info/wellcome.swf

December 18, 2010 at 2:56 am Leave a comment

>PENGANTAR GENETIKA POPULASI

>

Pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari melalui percobaan persilangan buatan. Pada tanaman keras atau hewan-hewan dengan daur hidup panjang seperti gajah, misalnya, suatu persilangan baru akan memberikan hasil yang dapat dianalisis setelah kurun waktu yang sangat lama. Demikian pula, untuk mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia jelas tidak mungkin dilakukan percobaan persilangan. Pola pewarisan sifat pada organisme-organisme semacam itu harus dianalisis menggunakan data hasil pengamatan langsung pada populasi yang ada.
Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara garis besar oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu (1) deduksi prinsip-prinsip Mendel pada tingkat populasi, dan (2) mekanisme pewarisan sifat kuantitatif. Bagian yang kedua ini berkaitan dengan penjelasan pada Bab XIV bahwa analisis genetik sifat-sifat kuantitatif hanya dapat dilakukan pada tingkat populasi karena individu tidak informatif. Namun, beberapa penulis lainnya, seperti halnya Bab XV ini, menyebutkan bahwa materi yang dibahas dalam genetika populasi hanya meliputi deduksi prinsip-prinsip Mendel pada tingkat populasi.
untuk bahan documen lengkapnya dapat di download di sini.
SUMBER : bahan kuliah genetika populasi
jurusan perikanan, prody manajemen sumberdaya perairan, UNHAS

http://blogoholic.info/wellcome.swf

December 18, 2010 at 2:38 am Leave a comment

>Tekhnik Hipofisasi dan Inseminasi Buatan Pada Ikan Mas

>

TEKNIK HIPOFISASI DAN INSEMINASI BUATAN PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dengan menggunakan bantuan kelenjar hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin (Susanto, 1996). Pemijahan sistem hipofisasi menurut Muhammad et al. (2003), ialah merangsang pemijahan induk ikan dengan menyuntikkan kelenjar hipofisa. Menurut Sumantadinata (1981), terdapat 3 cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra muscular, intra cranial, dan intra perineal (Luqman, 2009)
Percobaan ini menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai ikan donor dan ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai resipien. Ikan donor adalah ikan yang diambil kelenjar hipofisanya yang masih dalam satu jenis atau satu familia dengan ikan resipien, sedangkan ikan resipien adalah ikan yang diinjeksi atau disuntik. Perbandingan berat tubuh ikan donor dan ikan resipien adalah 1,5 : 1 yang artinya 1,5 kg berat ikan donor untuk 1 kg berat ikan resipien. Perbandingan jumlah ikan resipien betina dan jantan adalah 1 : 3, dimana untuk tiap ekor ikan betina diperlukan 3 ekor ikan jantan. (Muslikhin, 2008).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 14 jam didapatkan hasil bahwa setelah melakukan penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa pada ikan resipien dengan cara intramuscular (melalui otot di bawah sirip punggung pada sisik ketiga), ternyata terjadi pemijahan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung baik dari suhu maupun proses penyuntikan kelenjar hipofisa.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Muslikhin, 2008) bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemijahan adalah 10–12 jam setelah menyuntikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan antara lain kemasakan atau pematangan kelamin ikan, keadaan psikologis ikan, cahaya, temperatur dan aliran air.
Setelah beberapa jam dari penyuntikkan tampak induk saling kejar-kejaran dan terlihat berpasangan. Terkadang juga melompat dan memercikkan air di permukaan. Hal ini menandakan bahwa induk telah siap ovulasi sehingga dapat dilakukan proses stripping. Hal ini sesuai dengan pendapat (Luqman, 2009) bahwa tanda-tanda ikan yang sudah mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya yaitu ikan terlihat gelisah, sering muncul di permukaan air dan ikan jantan sering berpasangan dengan ikan betina. Ciri-ciri betina yang sudah masak kelamin diantaranya perut mengembung, lubang genital kemerahan, perut lembek. Sedang pada ikan jantan yang telah masak kelamin adalah bila perut di stripping akan keluar cairan putih seperti susu (malt).
Mekanisme pemijahan dimulai dari ekstrak kelenjar hipofisa yang disuntikkan akan menimbulkan rangsangan pada hipotalamus. Rangsangan dibawa akson yang berakhir pada penonjolan tengah di dasar ventral ketiga hipotalamus. Hormon FSH dan LH bekerja merangsang perkembangan gonad dan merangsang ovulasi. FSH dan LH juga merangsang perkembangan fungsi testis. FSH meningkatkan ukuran saluran semini ferus dan LH merangsang sel intestinum dari testis untuk memproduksi hormon kelamin jantan (Luqman, 2009).

Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing ikan jantan dan betina mengeluarkan sperma dan ovum. Keberhasilan ovulasi tergantung dari keberhasilan proses pematangan akhir oosit. Oosit yang telah siap diovulasikan akan terjadi jika telah mendapat rangsangan hormon yang sesuai. Rendahnya hormon gonadotropin yang masuk dalam darah dapat menyebabkan kemampuan hormon gonadotropin untuk mengovulasikan telur sangat terbatas (Luqman, 2009).
Inseminasi buatan adalah proses pemijahan buatan yang dilakukan dengan bantuan manusia pada ikan yang akan memijah dengan melakukan pengurutan (stripping) untuk mengeluarkan sel telur dari induk betina dan sel sperma dari induk jantan.
Pada percobaan ini juga dilakukan inseminasi buatan pada proses pengamatan kedua. Induk betina diurut untuk mengeluarkan sel telur kemudian induk jantan juga diurut untuk mengeluarkan spermanya kemudian dilakukan pengadukan agar sperma dan sel telur tercampur rata. Sel telur dan sperma hanya dapat bertahan sekitar 30 detik sehingga secepatnya dilakukan pengadukan (Kadir, 2010).
Hal ini sesuai dengan pendapat (Gusrina, 2008) bahwa proses pembuahan buatan ini membutuhkan waktu tertentu, maksudnya jika terlalu lama maka sperma atau sel telur bisa mati atau terganggu. Jika demikian keadaannya proses pembuahan tidak akan berhasil dengan baik. Ingat telur dan sperma itu hidup sehingga bermetabolisme.

Telur yang tidak dibuahi akan mati dan berwarna putih air susu sedangkan telur yang terbuahi berwarna bening dan terdapat inti. Telur tersebut diletakkan didalam akuarium dengan penambahan aerasi untuk menyuplai oksigen. Hal yang dapat menyebabkan proses stripping atau pemijahan buatan ini tidak berhasil adalah kesalahan dalam pengurutan, peralatan yang digunakan tidak bersih, serta kematangan gonad dari induk baik induk jantan maupun induk betina (Gusrina, 2008)

DAFTAR PUSTAKA
Fujaya Y. 2010. Materi Kuliah GENETIKA DAN PEMULIABIAKAN IKAN. Fakultas Ilmu kelautan dan perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Gusrina. 2008. http//www. BUDIDAYA IKAN JILID I. Diakses pada tanggal 25 Maret 2010.
Http://Sutanmuda. WordPress.Com/2007/10/22/Budidaya-Ikan-Mas/, 2010. (Online google) Diakses tanggal 24 April 2010.
Kadir. 2010. TEKNIK HIPOFISASI DAN INSEMINASI BUATAN PADA IKAN MAS. Balai Budidaya Air Tawar Bontomanai, Gowa. 2010.
Muslikhin. 2008. http//www. EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN. Diakses pada tanggal 25 Maret 2010
Wibowo Luqman. 2009. http//www. EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN. Diakses pada tanggal 25 Maret 2010.

http://blogoholic.info/wellcome.swf

November 18, 2010 at 2:52 am 2 comments

>pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan

>
Upaya menjaga kelestarian hutan mangrove dapat dilakukan melalui teknik silvofishery dan pendekatan bottom up dalam upaya rehabilitasi. Silvofishery merupakan teknik pertambakan ikan dan udang yang dikombinasikan dengan tanaman kehutanan dalam hal ini adalah vegetasi hutan mangrove. Usaha ini dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove sehingga terjaga kelangsungan hidupnya.

Selama ini pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi pada beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasan dalam suatu proyek apapun yang namanya rencana itu senantiasa datangnya dari atas sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung tombak pelaksana proyek hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down.
Pelaksanaan proyek semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihan ekosistem mangrove tersebut, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Akibatnya setelah selesai proyek, yaitu saat dana telah habis, tentu saja pelaksana proyek tersebut merasa sudah habis pula tangung jawabnya. Di sisi lain masyarakat tidak merasa ikut memiliki (sense of belonging tidak tumbuh) hutan mangrove tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa hutan mangrove tersebut adalah milik pemerintah dan bukan milik mereka, sehingga jika masyarakat membutuhkan, mereka tinggal mengambil tanpa merasa diawasi oleh pemerintah atau pelaksana proyek (Savitri dan Khazali, 1999).
Karena pendekatan top down kurang memberdayakan masyarakat maka diterapkanlah pendekatan secara bottom up yang merupakan suatu teknik dalam rehabilitasi hutan mangrove yang lebih banyak melibatkan masyarakat. Seyogyanya upaya pemulihan hutan mangrove adalah atas biaya pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan semuanya dipercayakan kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin masyarakat dan lain-lain. Dengan demikian semua proses rehabilitasi (reboisasi) hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman dilakukan oleh masyarakat sehingga masyarakat merasa memiliki dan akan selalu turut menjaga kelestarian hutan mangrove (Rahmawaty, 2006).
Hasil dari kegiatan dengan pendekatan bottom up ini akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang mengawasinya, karena masyarakat sadar bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka bersama. Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan jangka panjang. Pendekatan bottom up akan menumbuhkan partisipasi masyarakat juga sekaligus merupakan proses pendidikan bagi masyarakat (Savitri dan Khazali,1999).
Selain itu juga kondisi hutan mangrove yang terjaga dapat menjadi objek wisata yang pada akhirnya mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Hutan mangrove merupakan objek wisata alam yang sangat menarik. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam.
Ada beberapa hal penting lainnya yang dapat dilaksanakan dalam upaya pelestarian hutan mangrove, yaitu:
1. Mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang mengkombinasikan antara teori dengan pengetahuan tradisional yang sudah terbentuk sebelumnya yang lebih mudah diterima dan dikembangkan sesuai dengan keadaan setempat.
2. Perlu adanya peraturan-peraturan tertulis mengenai tanggung jawab pemerintah dan masyarakat akan kelangsungan ekosistem hutan mangrove berupa peraturan daerah.
Seperti kita ketahui bersama, tambak tradisional yang telah dikembangkan selama berabad-abad silam tidak terlalu menjadi hal yang merisaukan dari segi lingkungan karena menggunakan vegetasi mangrove sebagai bagian dari sistem. Hal ini merupakan suatu bentuk kearifan lokal yang patut dijadikan orientasi dalam pelestarian hutan mangrove. Untuk pengembangan teknologi yang berorientasi pada tradisi masyarakat perlu kiranya dilakukan penelitian-penelitian seputar kawasan hutan mangrove yang melibatkan masyarakat pesisir. Untuk itu perlu adanya peran aktif para peneliti baik dari civitas akademika maupun dari lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan swasta. Selain itu peran serta pemerintah sebagai fasilitator sangat diharapkan sehingga akan memperlancar terlaksananya berbagai riset yang berhubungan dengan upaya pelestarian hutan mangrove.
Peraturan-peraturan daerah mengenai perlindungan kawasan hutan mangrove merupakan hal yang penting sebagai pengontrol kegiatan masyarakat di kawasan tersebut untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Sebagai contoh Peraturan Daerah Kota Tarakan nomor 04 tahun 2002 tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di kota Tarakan yang mengatur fungsi dan peran hutan mangrove, hak dan tanggung jawab masyarakat, larangan, pengawasan serta sanksi bagi perusak ekosistem hutan mangrove.
Menurut Khazali (2005), struktur sosial dan bentuk pemanfaatan serta intensitas interaksi wilayah pesisir oleh masyarakat perlu diketahui dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove agar kelompok target masyarakat yang terlibat, baik prioritas maupun bukan prioritas dapat ditentukan. Biasanya kelompok target prioritas adalah tokoh masyarakat, petambak, nelayan dan lain-lain. Sedangkan persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove dan rencana penanaman yang akan dilaksanakan penting diketahui untuk memantau persepsi masyarakat terhadap mangrove. Jika persepsi masyarakat negatif atau tidak mendukung terhadap rencana kegiatan penanaman vegetasi mangrove, maka pertama kali yang harus dilaksanakan adalah membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove dan pentingnya manfaat penanaman bagi mereka melalui pendidikan dan penyuluhan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membangun kesadaran masyarakat antara lain:
1. Diskusi bersama masyarakat untuk memahami kondisi pantai saat ini dan sebelumnya.
2. Mengidentifikasi dan menyadari bersama dampak hilang/rusaknya hutan mangrove.
3. Menentukan dan menyepakati bersama solusi mengatasi masalah akibat hilang/rusaknya hutan mangrove.
4. Sosialisasi peraturan-peraturan yang berlaku tentang hutan mangrove.
5. Studi banding untuk menyakini dan memperluas wawasan tentang manfaat hutan mangrove, perencanaan dan pelaksanaan bersama penanaman mangrove, serta pembentukan kelompok masyarakat pengelola dan pelestari hutan mangrove.

Kemampuan masyarakat tradisional dalam memecahkan masalah-masalah dalam pengelolaan sumber daya alam yang semakin terbatas dapat masuk dalam kerangka konservasi hutan mangrove. Kemampuan ini lebih dikenal dengan sebutan sistem pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge system). Kemampuan ini berkembang bukan hanya terbatas kepada bagaimana memanfaatkan hutan adat mereka, tetapi juga penyerapan teknologi pola pertanian tradisional (perladangan) termasuk pola agroklimatologi yang khusus disetiap tempat (Patriono, dkk.,2005).

November 15, 2010 at 8:54 am Leave a comment

Older Posts Newer Posts


penulis

kalender

April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930